Senin, 20 Januari 2014

Strategi Pembelajaran Aktif di IPA



Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan kompotensi dalam belajar mengajar (KBM)  agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan keterampilan. Pendidikan adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh setiap individu, baik formal maupun pendidikan non formal. Di sekolah guru merupakan orang tua bagi peserta didik, yang mempunyai tanggung jawab akan kemajuan prestasi peserta didik.
Di Indonesia pendidikan formal merupakan salah satu wadah untuk menuntut ilmu pengetahuan. Pendidikan merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia sehingga mampu memenuhi tuntutan dan kebutuhan pembangunan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertangggung jawab.[1]

Sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang telah disebutkan di atas di dalamnya terkandung salah satu usaha membina manusia agar bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan falsafah Pancasila. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang serius agar tujuan pendidikan agama yang merupakan subsistem dari pendidikan nasional dapat terealisasi dan ditinjau dari ajaran agama.
Pendidikan merupakan usaha yang lebih banyak ditekankan untuk mengembangkan agar  peserta didik lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Pola pembinaan pendidikan dikembangkan dengan menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan masyrakat, sehingga ruang lingkup pembinaan yang dilakukan oleh guru menjadi luas, tidak hanya sebagai profesi pembinaan di sekolah tetapi bagaimana seorang guru tersebut bisa menjadi teladan hidup bagi peserta didiknya.[2]
Dalam proses belajar, meningkatkan belajar sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai semangat dalam belajar tidak akan mungkin mempunyai prestasi belajar yang baik.[3] Proses belajar peserta didik itu timbul dan berkembang terdapat dalam dua dasar utama yakni yang pertama dengan intrinsik, yaitu mendorong prestasi belajar peserta didik yang timbul dari diri individu sendiri tanpa ada paksaan dan dorongan dari orang lain. Yang kedua ekstrinsik, yaitu dorongan yang timbul dari luar diri individu atau dari orang lain.[4]
Pengajaran merupakan aktivitas (proses) yang sistematis terdiri atas banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat parsial (terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung, komplementer dan berkesinambungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu pembelajaran tergantung kepada guru dan juga peserta didik. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya. Guru bertindak sebagai pengelola kelas, fasilitator yang berusaha menciptakan kondisi belajar-mengajar yang efektif, untuk itu diperlukan pengelolaan pengajaran yang baik dan harus dikembangkan berdasarkan pada prinsip-prinsip pengajaran. Guru harus mempertimbangkan strategi pengajaran yang sistematis, bersifat konseptual tetapi praktis, realistik dan fleksibel.[5]
Dalam pendidikan, masalah yang sering muncul adalah kurangnya tenaga pendidik yang profesional. Mengajar adalah mengorganisasikan hal–hal yang berhubungan dengan belajar, dapat dilihat pada segala macam situasi mengajar, yang baik maupun yang buruk. Mengajar dapat dipandang sebagai usaha menciptakan situasi yang diharapkan agar anak dapat  belajar dengan efektif.
Para guru tentunya menginginkan kelas dimana peserta didik-peserta didiknya mempunyai dorongan intrinsik. Tetapi pada kenyataannya seringkali tidak demikian, karena itu guru harus menghadapi tantangan untuk membangkitkan prestasi belajar peserta didik-peserta didiknya dengan berbagai macam strategi yang tepat.[6]
Untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan dukungan pendidikan yang tepat diharapkan dapat memperlancar keberhasilan kegiatan belajar-mengajar, dimana proses pendidikan diperlukan adanya interaksi aktif. Roestiyah, NK. menerangkan:
”Bila guru memerlukan beberapa tujuan untuk dicapainya, maka ia perlu mengenal dan menguasai dengan baik sifat-sifat dari setiap teknik penyajian sehingga ia mampu pula mengkombinasikan penggunaan beberapa tujuan yang telah dirumuskan itu dan tidak terasa kaku antara perubahan dari teknik yang satu kepada teknik yang lain”.[7]


Peranan guru sangat penting dalam mengelola dan menciptakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan teknik atau strategi pembelajaran yang tepat pula. Agar peserta didik berminat memberikan perhatiannya terhadap mata pelajaran yang diberikan sehingga mencapai hasil yang optimal.
Suasana pembelajaran aktif dapat memberikan atmosfer berbeda di dalam ruangan kelas. Sementara itu pembelajaran pasif dapat menimbulkan suasana pembelajaran yang monoton dan menjemukan, karena satu-satunya sumber pengetahuan di kelas adalah guru. Suasana pembelajaran aktif memberikan nuansa semangat di dalam kelas, di mana setiap murid merasa dirinya “berharga” dan setiap pendapat atau perbuatannya layak mendapat apresiasi dari guru ataupun teman-temannya.[8]
Hal yang paling utama yang menjadi pemicu keaktifan peserta didik di kelas adalah munculnya rasa ingin tahu, ketertarikan dan minat peserta didik terhadap hal yang sedang dipelajari. Untuk itu, melalui berbagai teknik dan metode, guru harus berusaha sebisa mungkin untuk menciptakan suasana sedemikian rupa guna memicu rasa penasaran peserta didik, sehingga aktif bertanya, mempertanyakan dan mengemukakan gagasan.[9]
Peran aktif peserta didik dalam pembelajaran sangatlah penting. Karena pada hakikatnya, pembelajaran memang merupakan suatu proses aktif dari pembelajaran dalam membangun pemikiran dan pengetahuannya. Peranan aktif peserta didik dalam pembelajaran akan menjadi dasar dalam pembentukan generasi kreatif, yang berkemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi orang lain.[10]
Mengingat pentingnya peranan suatu strategi dalam menciptakan pembelajaran aktif, maka seharusnya dalam kegiatan belajar-mengajar, hendaklah memilih strategi yang tepat sesuai dengan materi dan membuat peserta didik termotivasi untuk mengikuti pembelajaran.
Peserta didik belajar secara aktif ketika mereka terlibat secara terus-menerus, baik mental maupun fisik. Pembelajaran aktif itu penuh semangat, hidup, giat berkesinambungan, kuat, dan efektif. Pembelajaran aktif melibatkan pembelajaran yang terjadi ketika peserta didik bersemangat, siap secara mental, dan bisa memahami pengalaman yang dialami.[11]
Strategi pembelajaran aktif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan pembelajaran aktif yang didesain oleh guru untuk memberikan kesempatan peserta didik kreatif, inovatif, aktif dalam memberikan feedback pembelajaran.[12] Strategi ini juga mendorong peserta didik untuk menuangkan gagasan, ide, maupun pendapatnya, baik kepada guru maupun temannya. Di sini, guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Peserta didik dapat belajar dan menggali informasi dari temannya maupun dari media yang digunakan, misalnya buku, internet, video, dan lain-lain.
Sebagai seorang guru, strategi pembelajaran aktif akan sangat membantu dalam melaksanakan tugas-tugas keseharian. Bagi guru yang sibuk mengajar, strategi dapat dipakai dengan variasi yang tidak membosankan. Filosofi mengajar yang baik adalah bukan sekedar mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, akan tetapi bagaimana membantu peserta didik supaya dapat belajar. Kalau dihayati, maka guru tidak lagi menjadi pemeran sentral dalam proses pembelajaran.[13]
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, Prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan IPA di MI bermanfaat bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berupaya untuk membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya mengenai alam sekitarnya. Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada peserta didik serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Sang Pencipta.
Belajar IPA merupakan proses aktif. Belajar IPA merupakan sesuatu yang harus peserta didik lakukan, bukan sesuatu yang dilakukan untuk peserta didik. Dalam belajar IPA, peserta didik mengamati obyek dan peristiwa, mengajukan pertanyaan, memperoleh pengetahuan, menyusun penjelasan tentang gejala alam, menguji penjelasan tersebut dengan cara-cara yang berbeda, dan mengkomunikasikan gagasannya pada pihak lain.
Keaktifan secara fisik saja tidak cukup untuk belajar IPA. Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogianya melibatkan peserta didik dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif[14].
Kegiatan belajar-mengajar tidak semua peserta didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama, sebagaimana yang telah peneliti lihat di tempat penelitian, sebagian peserta didik tidak sepenuhnya memperhatikan pelajaran, wajah mereka menunjukkah kelesuan. Dengan hal demikian perlu adanya strategi yang digunakan oleh guru agar semua peserta didik aktif dalam pembelajaran tersebut sehingga tercapainya tujuan pembelajaran.


[1]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 376.
[2]Abu Ahmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 1996), h. 20.
[3]Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional), h. 34.
[4]Chalijah Hasan, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994), h.145.
[5]Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 2
[6]Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), h. 21.
[7]Roestiyah, NK, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) h. 3.
[8]Syaiful Bahri Djamarah, op. cit, h, 370
9Ibid.
10Ibid, h.372



11Pat Hollingsworth & Gina Lewis, Active Learning, Increasing Flow in the Classroom, diterjemahkan oleh Dwi Wulandri dengan judul Pembelajaran Aktif. Meningkatkan Keasyikan Kegiatan di Kelas, (Jakarta: PT. Indeks, 2008) h. viii.
[12]Zainal Arifin dan Adhi Setiyawan, Pengembangan Pembelajaran Aktif dengan ICT, (Yogyakarta: Skripta Media Creative, 2012), h. 58
[13]Hisyam Zaini dkk, Strategi Pembalajaran Aktif, ( Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. xvii
[14]httptpardede.wikispaces.comfileviewipa_unit_1.pdf/senin/01/07/2013.

0 komentar:

Posting Komentar