Senin, 20 Januari 2014

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam



IPA adalah studi mengenai alam sekitar, dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan dalam pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompotensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Karena itu, pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran IPA adalah memadukan antara pengalaman proses IPA dan pemahaman produk serta teknologi IPA dalam bentuk pengalaman langsung yang berdampak pada sikap peserta didik yang mempelajari IPA.

1.      Hakekat Ilmu Pengetahuan Alam
Pada hakekatnya, IPA dapat ditinjau dari tiga segi yaitu dari produk, proses, dan pengembangan sikap.
a.      IPA sebagai Produk
IPA sebagai produk merupakan hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku-buku teks dan film-film dokumen dalam bentuk CD atau DVD yang kesemuanya dapat dianggap sebagai body of knowledge.
Di dalam pengajaran IPA guru dituntut untuk dapat mengajak peserta didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber.
b.      IPA sebagai Proses
IPA sebagai proses adalah proses mendapatkan IPA yang disusun melalui metode ilmiah. Anak-anak usia MI, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh sehingga harapannya anak-anak MI mampu melakukan penelitiah secara sederhana.
c.       IPA sebagai Pemupuk Sikap.
Sikap ilmiah yang memungkinkan dapat dikembangkan pada anak usia MI adalah:
·         Sikap ingin tahu;
·         Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru;
·         Sikap kerjasama;
·         Sikap tidak putus asa;
·         Sikap tidak berprasangka;
·         Sikap mawas diri;
·         Sikap bertanggung jawab;
·         Sikap berpikir bebas; dan
·         Sikap kedisiplinan diri.

Sikap ilmiah tersebut dapat dikembangkan tatkala peserta didik melakukan diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan observasi lapangan. 
2.      Pembelajaran IPA yang Konstruktif dalam Strategi Pembelajaran Aktif
Constructivism ia theory that assumes knowledge cannot exist outside the minds  of thinking person. .Joseph Novak defenis constructivism as the notion that humans construct or build meaning into their ideas and experiences as a result of an effort to understand or to  make sense of them[1].

Dalam paradigma konstruktivisme, peserta didik diakui telah memiliki pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki sebelum mengikuti proses kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya merupakan pengetahuan awal. Pengetahuan awal ini diperoleh dari sumber-sumber belajar yang tersedia di luar bangku sekolah atau dari pembelajaran sebelumnya.
Peserta didik sendirilah yang membangun makna dan pemahamannya tentang sesuatu dengan mengkombinasikannya apa yang telah ketahui dan percayai dengan pengalaman baru yang mereka dapatkan.
Pengetahuan yang telah dimiliki mengarahkan perhatiannya pada satu atau dua hal tertentu dari seluruh materi yang sedang dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan peserta didik ini menjadi semacam “penyaring” tentang hal-hal yang harus dipelajari. Selain sebagai penyaring, pengetahuan yang telah dimiliki juga menentukan bangunan pengetahuan yang baru dikonstruksi[2].
Implikasi dari pandangan konstruktivisme di sekolah ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Jadi dalam belajar IPA merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa.
Realitas pembelajaran IPA yang konstruktif dengan strategi pembelajaran aktif misalnya sebagai berikut. Ketika peserta didik menerima penjelasan gurunya bahwa bunyi merambat dalam bentuk gelombang, peserta didik itu membayangkan berbagai macam bunyi, berbagai jenis gelombang, dan juga kata merambat. Hasil akhir konstruksi pengetahuan yang dibangun peserta didik itu dapat berupa seng gelombang. Sudah barang tentu gambaran seperti ini sangat berbeda dari gambaran yang diinginkan gurunya. Tugas guru adalah mengubah gambaran seperti itu lewat kegiatan mengajar. Mengingat pengetahuan awal dan pengalaman setiap peserta didik  sangat individual, maka pengetahuan yang baru dikonstruksikan masing-masing peserta didik ada kemungkinan tidak sama satu dengan yang lain.


[1] Ralph Martin (et al.), Teaching Science For All Children Second Edition, (Massachusetts, 1997), p. 49
[2]Nana Djumhana, Pembelajaran IPA, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), h. 33.

0 komentar:

Posting Komentar